Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana boru/bere/ibebere Medan sekitarnya (PARDAGANA)

Sekretariat:
Jl. Gatot Subroto no 403 Medan Telp: 061-4561822, email: harles_t@yahoo.com

Rabu, 16 Desember 2009

ACARA BONA TAON

Satu setengah tahun sudah perjalanan punguan PARDAGANA ini. Meskipun perjumpaan hanya sekali dalam tiga bulan, berarti 4 kali dalam setahun, namun ada kebahagiaan tersendiri dikala semua bisa saling bertemu dan berbagi. Sekarang anggota sudah 43KK termasuk boru bere/ibebere.

Pada tanggal 10 Januari 2010, direncanakan akan kita adakan acara BONA TAON di rumah Drs.Jannus Lumbantobing. Kiranya kita semua bisa datang, dan saling berbagi, dan selanjutnya membicarakan hal-hal yang perlu kedepan demi kemajuan PARDAGANA.

Horas mauliate.

Senin, 16 November 2009

Daftar Pengurus PARDAGANA

DAFTAR PENGURUS
PUNGUAN POMPARAN OP.DATU PANGGANAGANA LUMBANTOBING
BORU/BERE/IBEBERE MEDAN SEKITARNYA
PERIODE I JULI 2008-JULI 2012


KETUA I : JAKMEN LUMBANTOBING
KETUA II : BASA H LUMBANTOBING
KETUA III : HOSEA DAUD LUMBANTOBING
SEKRETARIS I : DJUANG LUMBANTOBING
SEKRETARIS II : HARLES LUMBANTOBING
BENDAHARA : R.TAMBA

SEKSI KEROHANIAN :
1. SIMANJUNTAK
2. SARAGIH

SEKSI SOSIAL DAN ADAT :
1. P.LUMBANTOBING
2. Tigor h. SAMOSIR
KOMISARIS I : DARWIN PANGGABEAN
KOMISARI II : KRISTON LUMBANTOBING
KOMISARI III : TOMBAK SIMATUPANG
KOMISARIS IV : A.SITUMORANG
KOMISARIS V : ROBERT LUMBANTOBING

PEMBINA/PENASIHAT:
Drs. JANNUS LUMBANTOBING
st. LINGKAR LUMBANTOBING

Baca juga: Siapakah Datu Pangganagana
Badai menerpa keturunan Datu Pangganagana

Badai Melanda Keturunan Op. Datu Pangganagana & Latar belakang terbentuknya Punguan Pomparan Op.Datu Pangganagana Boru/bere ibebere Medan sekitarnya.

.
.
Ketika saya menulis artikel ini saya teringat akan Mazmur 133:1-3 (sungguh alangkah baiknya dan indahnya apabila saudara-saudara diam dengan rukun...........kesanalah Tuhan memerintahkan berkat.....)
.
Beberapa tahun yang silam, kurang lebih tahun 80-an telah terjadi kesalahfahaman diantara keturunan Op.Datupanggana-gana. Dimana sebagian dari Keturunan Op.Datu Pangganagana meng claim (menyatakan) bahwa OP.Datu Panggana-gana adalah Anak keempat dari OP.NAMORAHIAN (No.4). setelah Op.RAJA DJAE-DJAE(no.5), OP.BONANDOLOK (no.5), dan OP. PARUMAREA (no.5). Sebagian lagi menyatakan bahwa OP.DATU PANGGANA-GANA adalah anak keempat dari Op.Raja Djae-Djae. Berikut skema (gambar) perbedaan tersebut:


VERSI YANG PERTAMA (Kelompok I)
Datu Pangganagana adalah anak ke empat dari Namorahian (Raja Jae-jae, Bonandolok, Parumarea dan Datu Pangganagana), sedangkan anak dari Op. Raja Jae-jae ada tiga yaitu : Op.Tuan, Op. Sotargoling dan Op. Mogot.
VERSI YANG KEDUA (Kelompok II)
Datu Pangganagana adalah anak ke empat dari Op. Raja Jae-jae yaitu : Op.Tuan, Op. Sotargoling Op. Mogot, Datu Pangganagana
Sedangkan anak dari Namorahian (Raja Jae-jae, Bonandolok, dan Parumarea)

Perbedaan ini telah membawa dampak  yang berkepanjangan, bahkan perpecahan diantara keturunan Op. Datu Pangganagana.  Kelompok I  akhirnya mendirikan Tugu Op.Datu Panggana-gana di SIMANAMPANG tanggal 16 Juli 1983 menurut  mereka sendiri yang menyatakan bahwa Op. Datu Panggan-gana adalah anak Ke-empat dari Namorahian.  Hal ini tentunya mempengaruhi  posisi dan pengaruh dalam ADAT yang dijalankan. Jambar untuk Keturunan Namorahian akan  dibagi empat, sedangkan Keturunan Op.Raja Djae-Djae akan dibagi tiga. Dan di dalam keturunan Namorahian Datu pangganagana akan menjadi Adik bagi keturunan Bonandolok dan Parumarea. Hal lain juga berpengaruh, adalah masalah Nomor urut marga. Kelompok I mengkalim Op.Datu Panggangana adalah Nomor 5, sedangkan  Kelompok II mengklaim Op.Datu Pangganagana adalah Nomor urut 6.

Perbedaan ini berlanjut terus, dan akhirnya membawa  persengketaan. Bagi  yang menganut faham Kelompok I, mereka hanya akan membagi 3 jambar  bagi Keturunan Raja DjaeDjae. Demikian juga  Bagi Kelompok II akan membagi jambar 4 bagi keturunan Raja DjaeDjae. Hal ini telah membawa banyak masalah dan sakit hati dalam setiap acara Adat yang berlangsung.
Akhirnya dicarilah kesepakatan untuk menentukan posisi Op.Datu Panggana-gana yang sebenarnya  sesuai dengan sejarahnya, dan Paradaton yang berlaku pada masa dahulu kala pada keturunan NAMORAHIAN  dan OP.RAJA DJAE-DJAE.  Dan ditemuakanlah sejarah (cerita) yang sebenarnya tentang kejadian yang terjadi masa itu. Bahwasanya Op.DATU PANGGANAGANA adalah anak ke-empat dari Op.Raja Djae-Djae. Dan itulah yang berlangsung dalam setiap acara adat dahulu kala. 

Namun hal ini mendapat perlawanan dan penolakan dari kelompok I,  mereka tidak setuju bawah Op.Datu Pangganagana adalah anak dari Raja Djae-djae. Sehingga Akhirnya dibawa Kepengadilan Negeri Tarutung dan dimenangkan oleh pihak ke II sesuai surat Putusan  Pengadilan Negeri Tarutung Tgl 9 Mei 1984 No.13/Pdt.P/1984/PN.Trt yang menyatakan Bahwa Op.Datu Panggana-gana adalah anak keempat dari Raja DjaeJae. Pihak I tidak puas dengan keputusan itu dan akhirnya melakukan Banding sampai ke Mahkamah Agung. Akhirnya Mahkamah Agung menetapkan bahwa Silsilah yang benar adalah surat Putusan  Pengadilan Negeri Tarutung Tgl 9 Mei 1984 No.13/Pdt.P/1984/PN.Trt yang menyatakan Bahwa Op.Datu Panggana-gana adalah anak keempat dari Raja DjaeJae yang tertuang dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Tgl. 31 Agustus 1988 No. 3506 K/Pdt/1986  yang berkekuatan hukum tetap. Tetapi Pada tahun 1989 Kembali pihak I membuat Peninjauan Kembali (PK) Surat Keputusan Mahkamah Agung Tgl. 31 Agustus 1988 No. 350 PK/Pdt/1986 ke Mahkamah Agung berdasarkan bukti baru yang mereka temukan.  Tetapi akhirnya Mahkamah Agung MENOLAK PK  tersebut sesuai Surat Keputusan MA No. 452 PK/Pdt/1989  tanggal  22 OKTOBER 1992.  sebab bukti-bukti itu tidak kuat dan tidak dapat diterima.   Demikianlah seterusnya sampai hari ini dalam silsilah bahwa Op.Datu Pangganagana adalah masuk sebagai anak dari Op.Raja Djaedjae.  Dan tugu yang sudah ada dibangun di SIMANAMPANG tanggal 16 Juli 1983  Tapanuli Utara tersebut akhirnya dirubuhkan dan dinyatakan tidak sah dan merupakan pelanggaran hukum.

Demikianlah hingga hari ini, surat putusan itu sah berkekuatan hukum, dan setiap orang atau kelompok yang melaksanakan tarombo yang lain dari putusan itu  dinyatakan tidak sah dan perbuatan melanggar hukum (menurut surat keputusan MA 22 Oktober 1992 No. 453 PK/Pdt/1989).

Berikut sebagian data-data yang mendukung Pengadilan Tarutung dan Mahkamah Agung memenangkan Pihak II bahwa Op. Datu Panganagana adalah sah sebagai anak ke-4 dari Op.Raja Djaejae:
  1. Tangal 4 September 1978 di Huta Sampe Tua Tarutung diadakan Pesta adat peresmian tugu Op.Datu Pangganagana sebagai anak ke-4 dari Op.Rja Djaejae yang berlangsung aman dan meriah.
  2. Selasa, 28 Desember 1982 di Huta Sampe Tua Onan Gadu-Gadu  Tarutung diadakan Musyawarah bersama  dan telah mengadakan Kebulatan tekad tentang adat dan Tarombo yang disebut PESTA BIUS (Hasadaon Dohot Hatotaon di Pinompar ni Op.Raja Djaedjae Lumbantobing) yang dihadiri oleh masyarakat turunan Op.Datu Panggana-gana dari Simanampang (Pihak I dan II) serta disaksikan Muspida dan Kepala-kepala Adat.
  3. Tanggal 11,12,13 Juli 1983 di Huta Sampuran Parbubu Julu Tarutung. Dilakukan Pesta sesuai dengan hukum adat Batak dan dilakukan Pesta Memukul Gondang/Ogung Sabangunan didepan umum untuk meresmikan hasil dari kebulatan tekad itu bawah Op.Datu Panggana-gana adalah anak dari Op. Raja Djaedjae.
  4. YANG TERBARU pada Hari : Jumat , Tgl : 11 - 11 – 2011,  bertempat di lokasi Huta Parbubu Sampetua diadakan acara partangiangan pengucapan syukur RENOVASI HINAMBOR Op.DATU PANGGANAGANA LUMBANTOBING dan OMPU DATU SORMIN LAUT br. SIAHAAN yang berjalan dengan baik, dihadiri pomparan Op.Datu Pangganagana dari berbagai daerah, Bona Pasogit, Jakarta, Jambi, Medan, Pematang Siantar, Barumun dan lain sebagainya. Baik pomparan Op.Nangon, Op. Lampas dan Op.Tawen turut bersama-sama dalam melaksanakan acara syukuran tersebut. Demikian juga Hula-hula SIAHAAN (Tulang dari Op.Datu Pangganagana) turut serta di dalam acara syukuran yang diadakan.

Tentunya menjadi pertanyaan bagaimana sebenarnya sejarah kelahiran Op.Datu Panggana-gana?
Berikut adalah sejarah kelahiran Op.Datu Panggana-gana yang dikutip dari keterangan Drs. Jannus Lumbantobing dan St.Lingkar Lumbantobing.

Pada jaman dahulu kala, Op.Raja NAMORAHIAN telah memiliki 3 orang anak dari Istri pertamanya br Siahaan yaitu  Raja Djae-djae,  Bonan Dolok dan Parumarea. Kemudian Istri pertama boru Siahaan  ini meninggal.  Kemudian, di usia tuanya, Op. Namorahian  ini kembali menikah dengan istri keduanya boru Siahaan II. Sementara Op. Raja Djae-Djae juga sudah menikah dan mempunyai anak tiga orang yaitu  Op. Tuan, Op. Sotargoling, dan Op.Mogot.  Kemudian, dikala  Istri kedua Namorahian  telah mengandung anak Namorahian,  Op. Namorahian Meninggal dunia. Akhirnya  dengan melihat situasi dan kondisi  bahwa NAMORAHIAN telah meninggal dan Br Siahaan II telah mengandung, maka Op. Raja Djaedjae membawa Boru Siahaan II ini kerumahnya untuk ‘DIPAJABU’  sampai akhirnya melahirkan anak yang diberi nama Op. DATU PANGGANAGANA.  Op. Raja Djae-Djae akhirnya membesarkan dan menjadi ayah bagi Datu Panggana-gana serta memasukkan Datu Panggana-gana ke dalam daftar keturunannya, sebagai anaknya yang keempat.

Hal ini terus berlangsung dan menjadi kesepakatan Adat di keluarga  NAMORAHIAN  dan RAJA DJAEDJAE. Sampai saat ini. Tetapi dibelakang hari  ratusan tahun sesudahnya  beberapa keturunan Op. Datu Pangganagana (KELOMPOK I) kembali menyatakan (meng claim) bahwa mereka adalah Anak Namorahian, bukan anak Raja DJae-jae, yang  menyebabkan perubahan dan kekacauan dalam tata adat yang telah berlangsung.
Dalam beberapa tarombo Tobing sebenarnya sudah banyak tertulis bahwa Datu Pangganagana  adalah anak Raja Djae-Djae,  Walau akhirnya mereka (Kelompok I) memiliki tarombo sendiri yang menentang hal ini.  Dalam buku “POESTAHA TARINGOT TOE TAROMBO ni BANGSO BATAK”  yang dikarang Op. W.M.HUTAGALUNG tahun 1926 (Rongkoman I) dalam ejaan lama, dinyatakan bahwa Op.DATU PANGGANAGANA  adalah anak keempat dari Op.Raja Djae-Djae. Sementara Pergolakan ini terjadi sekitar tahun 1980-an.

Salah atau benar nya  cerita ini seharusnya tidak lah lagi menjadi sesuatu yang harus dipermasalahkan. Kekuatan hukum dari Mahkamah Agung dan kesepakatan Adat  yang telah ada seharusnya sudah cukup menjadi  Acuan yang mengikat bagi semua keturunan Namorahian terkhusus Keturunan Op.Datu Pangganagana untuk dijalankan. Sehingga tidak lagi ada kesalahanpahaman dan perselisihan yang berlarut-larut.

Kedua belah pihak dan generasi sesudahnya haruslah menghargai dan menghormati jeri lelah kedua belah pihak tanpa membedakan pihak I atau pihak II yang telah mengorbankan waktu, materi, tenaga bahkan air mata untuk mencapai satu titik temu (Kesatuan) silsilah. Kedua belah pihak telah berjuang dan menempuh jalur adat bahkan jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini. Apapun hasil akhir dari pencarian kesefahaman ini kedua belah pihak haruslah saling bisa menerima dengan lapang dada dan penuh persaudaraan. Ketika kedua belah pihak sepakat membawa penyelesaian masalah ini ke jalur ADAT dan jalur HUKUM keduanya pasti sudah memahami dan mengantisipasi sebelumnya  bahwa akan ada satu hasil keputusan yang disahkan.
Proses-proses mencapai kesefahaman ini dengan semua jalur yang ditempuh pasti telah membawa banyak persoalan sebelumnya, mungkin air mata, kekecewaan, sakit hati bahkan perpecahan diantara yang bersaudara. Namun biarlah semua dilupakan, diampuni, dan marilah saling merangkul dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Bagi mereka-mereka yang dulu berjuang untuk menyatukan tarombo ini baik dari pihak I dan pihak II sama-sama adalah pahlawan dan pejuang pemersatu di Pomparan Op.Datu Pangganagana Lumbantobing.

Tetapi dalam pelaksanaanya sampai belakangan ini kadang masih  ada terjadi kesalahan tarombo tersebut.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi:
  1. Masih banyak yang belum mengatahui sejarah ini, dan hasil keputusan dari Mahkamah Agung tersebut belum menyeluruh diketahui oleh keturunan Namorahian dan Raja Djae-Djae.
  2. Dari keturunan Op.Datu Pangganagana sendiri belum seluruhnya (sepenuhnya) mengerti dan menguasai sejarah ini.
  3. Hanya sedikit  dari Keturunan Op.Datu Pangganagana yang ikut berpartisipasi dan ikut serta dalam setiap Adat yang ada secara khusus dalam acara RAJA DJAEDJAE dan NAMORAHIAN.

Sudah ada banyak pendekatan-pendekatan yang dilakukan dimasa-masa yang lalu untuk mensosialisasikan dan menyakinkan keturunan Op.Datu Pangganagana dari Kelompok I dan Kelompok II  supaya bersatu saja dan tidak terjadi lagi kesalahpahaman ini.

Melihat dari Faktor-faktor di atas, maka  dirasa perlu sekali untuk menjaga dan melestarikan TAROMBO (SILSILAH) tersebut. Secara khusus  bagi keturunan Op.Datu Panggana-gana.   Hal ini lah yang dilihat dan diamati oleh tokoh-tokoh Tobing keturunan Datu Pangganagana di Medan diantaranya Drs. Jannus Lumbantobing (Mantan Ketua Tobing se Kotamadya Medan dan Ketua Raja Djae-Djae  Sekotamadya Medan), yang akhirnya mengundang generasi-generasi muda Pomparan Op.Datu Pangganagana di Medan untuk membentuk Panitia Pembentukan Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana. Hasilnya pada tanggal  29 Juni 2008 Terbentuklah Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana Boru/Bere/Ibebere Medan Sekitarnya Di jalan Karya no.141 Medan Serta Terbentuknya  pengurus Periode I yang akan mengelola dan menjalankan Perkumpulan ini.

Memang cara yang paling efektif untuk mempertahankan TAROMBO ini dan eksistensi Pomparan Datu Pangganagana adalah dengan membentuk Punguan Parsadaan ini. Dengan adanya Perkumpulan ini, diharapkan Tarombo akan terpelihara,  dan membawa dampak positip bagi setiap keturunan Op.Datupangganagana di masa yang akan datang.

Demikianlah sejarah singkat terbentuknya  PUNGUAN PARSADAN POMPARAN OP. DATU PANGGANAGANA LUMBANTOBING BORU/BERE/IBEBERE Medan sekitarnya.

Kiranya Tuhan memberkati kita, dan Kumpulan ini menjadi kemuliaan bagi namaNya.

Penulis,
Harles Lumbantobing.

Sumber :
1. Drs.Jannus Lumbantobing,
2. St.Lingkar Lumbantobing
3. Surat Keputusan MA 22 Oktober 1992
No. 453 PK/Pdt/1989
4. “POESTAHA TARINGOT TOE TAROMBO ni BANGSO
BATAK” yang dikarang Op. W.M.HUTAGALUNG tahun
1926 (Rongkoman I)
5. Buku tarombo Siraja Lumbantobing karangan Adniel L Tobing & Sahala L.Tobing
6. Buku tarombo Batak karangan Batara Sangti ( Op.Buntilan)

------------------------------------------------------------------

NB: Kepada setiap keturunan Namorahian, Raja Jae-jae, terkhusus Op. Datu Pangganagana yang membaca tulisan ini kiranya bisa mensosialisasikan ini kepada semua keturunan Namorahian, baik dalam hubungan sehari-hari, pesta-pesta adat dan hubungan sosial lainnya. Dan jika ada yang butuh informasi lebih lanjut atau tentang tarombo op.Datu Pangganagana bisa email ke saya. Kiranya Tuhan memberkati kita semua, Syalom, Harles.

Jumat, 13 November 2009

Siapakah Op. Datu Pangganagana?

Secara singkat, Op. Datu Panggana-gana( No. Urut 6) adalah anak keempat dari Op. Raja Jae-Jae ( No. Urut 5), dan cucu dari Op. NAMORAHIAN ( No. Urut 4). Pada dulunya tinggal di Onan Gadu-gadu Parbubu. Keturunannya juga tinggal sampai ke Simanampang kec. Siatas Barita. Op. Datu Panggana-gana meniggalkan 3 anak yaitu Op. Nangon (7), Op. Lampas (7), dan Op. Tawen (7).
Keturunannya hingga kini telah tersebar ke 8 penjuru angin, dan hidup dalam beragam-ragam profesi.


Berikut adalah silsilah Op.Datu Panggana-gana :





Baca selengkapnya di Posting berikut ini: Badai Melanda keturunan Op.Datu Pangganagana....