Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana boru/bere/ibebere Medan sekitarnya (PARDAGANA)

Sekretariat:
Jl. Gatot Subroto no 403 Medan Telp: 061-4561822, email: harles_t@yahoo.com

Senin, 16 November 2009

Badai Melanda Keturunan Op. Datu Pangganagana & Latar belakang terbentuknya Punguan Pomparan Op.Datu Pangganagana Boru/bere ibebere Medan sekitarnya.

.
.
Ketika saya menulis artikel ini saya teringat akan Mazmur 133:1-3 (sungguh alangkah baiknya dan indahnya apabila saudara-saudara diam dengan rukun...........kesanalah Tuhan memerintahkan berkat.....)
.
Beberapa tahun yang silam, kurang lebih tahun 80-an telah terjadi kesalahfahaman diantara keturunan Op.Datupanggana-gana. Dimana sebagian dari Keturunan Op.Datu Pangganagana meng claim (menyatakan) bahwa OP.Datu Panggana-gana adalah Anak keempat dari OP.NAMORAHIAN (No.4). setelah Op.RAJA DJAE-DJAE(no.5), OP.BONANDOLOK (no.5), dan OP. PARUMAREA (no.5). Sebagian lagi menyatakan bahwa OP.DATU PANGGANA-GANA adalah anak keempat dari Op.Raja Djae-Djae. Berikut skema (gambar) perbedaan tersebut:


VERSI YANG PERTAMA (Kelompok I)
Datu Pangganagana adalah anak ke empat dari Namorahian (Raja Jae-jae, Bonandolok, Parumarea dan Datu Pangganagana), sedangkan anak dari Op. Raja Jae-jae ada tiga yaitu : Op.Tuan, Op. Sotargoling dan Op. Mogot.
VERSI YANG KEDUA (Kelompok II)
Datu Pangganagana adalah anak ke empat dari Op. Raja Jae-jae yaitu : Op.Tuan, Op. Sotargoling Op. Mogot, Datu Pangganagana
Sedangkan anak dari Namorahian (Raja Jae-jae, Bonandolok, dan Parumarea)

Perbedaan ini telah membawa dampak  yang berkepanjangan, bahkan perpecahan diantara keturunan Op. Datu Pangganagana.  Kelompok I  akhirnya mendirikan Tugu Op.Datu Panggana-gana di SIMANAMPANG tanggal 16 Juli 1983 menurut  mereka sendiri yang menyatakan bahwa Op. Datu Panggan-gana adalah anak Ke-empat dari Namorahian.  Hal ini tentunya mempengaruhi  posisi dan pengaruh dalam ADAT yang dijalankan. Jambar untuk Keturunan Namorahian akan  dibagi empat, sedangkan Keturunan Op.Raja Djae-Djae akan dibagi tiga. Dan di dalam keturunan Namorahian Datu pangganagana akan menjadi Adik bagi keturunan Bonandolok dan Parumarea. Hal lain juga berpengaruh, adalah masalah Nomor urut marga. Kelompok I mengkalim Op.Datu Panggangana adalah Nomor 5, sedangkan  Kelompok II mengklaim Op.Datu Pangganagana adalah Nomor urut 6.

Perbedaan ini berlanjut terus, dan akhirnya membawa  persengketaan. Bagi  yang menganut faham Kelompok I, mereka hanya akan membagi 3 jambar  bagi Keturunan Raja DjaeDjae. Demikian juga  Bagi Kelompok II akan membagi jambar 4 bagi keturunan Raja DjaeDjae. Hal ini telah membawa banyak masalah dan sakit hati dalam setiap acara Adat yang berlangsung.
Akhirnya dicarilah kesepakatan untuk menentukan posisi Op.Datu Panggana-gana yang sebenarnya  sesuai dengan sejarahnya, dan Paradaton yang berlaku pada masa dahulu kala pada keturunan NAMORAHIAN  dan OP.RAJA DJAE-DJAE.  Dan ditemuakanlah sejarah (cerita) yang sebenarnya tentang kejadian yang terjadi masa itu. Bahwasanya Op.DATU PANGGANAGANA adalah anak ke-empat dari Op.Raja Djae-Djae. Dan itulah yang berlangsung dalam setiap acara adat dahulu kala. 

Namun hal ini mendapat perlawanan dan penolakan dari kelompok I,  mereka tidak setuju bawah Op.Datu Pangganagana adalah anak dari Raja Djae-djae. Sehingga Akhirnya dibawa Kepengadilan Negeri Tarutung dan dimenangkan oleh pihak ke II sesuai surat Putusan  Pengadilan Negeri Tarutung Tgl 9 Mei 1984 No.13/Pdt.P/1984/PN.Trt yang menyatakan Bahwa Op.Datu Panggana-gana adalah anak keempat dari Raja DjaeJae. Pihak I tidak puas dengan keputusan itu dan akhirnya melakukan Banding sampai ke Mahkamah Agung. Akhirnya Mahkamah Agung menetapkan bahwa Silsilah yang benar adalah surat Putusan  Pengadilan Negeri Tarutung Tgl 9 Mei 1984 No.13/Pdt.P/1984/PN.Trt yang menyatakan Bahwa Op.Datu Panggana-gana adalah anak keempat dari Raja DjaeJae yang tertuang dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Tgl. 31 Agustus 1988 No. 3506 K/Pdt/1986  yang berkekuatan hukum tetap. Tetapi Pada tahun 1989 Kembali pihak I membuat Peninjauan Kembali (PK) Surat Keputusan Mahkamah Agung Tgl. 31 Agustus 1988 No. 350 PK/Pdt/1986 ke Mahkamah Agung berdasarkan bukti baru yang mereka temukan.  Tetapi akhirnya Mahkamah Agung MENOLAK PK  tersebut sesuai Surat Keputusan MA No. 452 PK/Pdt/1989  tanggal  22 OKTOBER 1992.  sebab bukti-bukti itu tidak kuat dan tidak dapat diterima.   Demikianlah seterusnya sampai hari ini dalam silsilah bahwa Op.Datu Pangganagana adalah masuk sebagai anak dari Op.Raja Djaedjae.  Dan tugu yang sudah ada dibangun di SIMANAMPANG tanggal 16 Juli 1983  Tapanuli Utara tersebut akhirnya dirubuhkan dan dinyatakan tidak sah dan merupakan pelanggaran hukum.

Demikianlah hingga hari ini, surat putusan itu sah berkekuatan hukum, dan setiap orang atau kelompok yang melaksanakan tarombo yang lain dari putusan itu  dinyatakan tidak sah dan perbuatan melanggar hukum (menurut surat keputusan MA 22 Oktober 1992 No. 453 PK/Pdt/1989).

Berikut sebagian data-data yang mendukung Pengadilan Tarutung dan Mahkamah Agung memenangkan Pihak II bahwa Op. Datu Panganagana adalah sah sebagai anak ke-4 dari Op.Raja Djaejae:
  1. Tangal 4 September 1978 di Huta Sampe Tua Tarutung diadakan Pesta adat peresmian tugu Op.Datu Pangganagana sebagai anak ke-4 dari Op.Rja Djaejae yang berlangsung aman dan meriah.
  2. Selasa, 28 Desember 1982 di Huta Sampe Tua Onan Gadu-Gadu  Tarutung diadakan Musyawarah bersama  dan telah mengadakan Kebulatan tekad tentang adat dan Tarombo yang disebut PESTA BIUS (Hasadaon Dohot Hatotaon di Pinompar ni Op.Raja Djaedjae Lumbantobing) yang dihadiri oleh masyarakat turunan Op.Datu Panggana-gana dari Simanampang (Pihak I dan II) serta disaksikan Muspida dan Kepala-kepala Adat.
  3. Tanggal 11,12,13 Juli 1983 di Huta Sampuran Parbubu Julu Tarutung. Dilakukan Pesta sesuai dengan hukum adat Batak dan dilakukan Pesta Memukul Gondang/Ogung Sabangunan didepan umum untuk meresmikan hasil dari kebulatan tekad itu bawah Op.Datu Panggana-gana adalah anak dari Op. Raja Djaedjae.
  4. YANG TERBARU pada Hari : Jumat , Tgl : 11 - 11 – 2011,  bertempat di lokasi Huta Parbubu Sampetua diadakan acara partangiangan pengucapan syukur RENOVASI HINAMBOR Op.DATU PANGGANAGANA LUMBANTOBING dan OMPU DATU SORMIN LAUT br. SIAHAAN yang berjalan dengan baik, dihadiri pomparan Op.Datu Pangganagana dari berbagai daerah, Bona Pasogit, Jakarta, Jambi, Medan, Pematang Siantar, Barumun dan lain sebagainya. Baik pomparan Op.Nangon, Op. Lampas dan Op.Tawen turut bersama-sama dalam melaksanakan acara syukuran tersebut. Demikian juga Hula-hula SIAHAAN (Tulang dari Op.Datu Pangganagana) turut serta di dalam acara syukuran yang diadakan.

Tentunya menjadi pertanyaan bagaimana sebenarnya sejarah kelahiran Op.Datu Panggana-gana?
Berikut adalah sejarah kelahiran Op.Datu Panggana-gana yang dikutip dari keterangan Drs. Jannus Lumbantobing dan St.Lingkar Lumbantobing.

Pada jaman dahulu kala, Op.Raja NAMORAHIAN telah memiliki 3 orang anak dari Istri pertamanya br Siahaan yaitu  Raja Djae-djae,  Bonan Dolok dan Parumarea. Kemudian Istri pertama boru Siahaan  ini meninggal.  Kemudian, di usia tuanya, Op. Namorahian  ini kembali menikah dengan istri keduanya boru Siahaan II. Sementara Op. Raja Djae-Djae juga sudah menikah dan mempunyai anak tiga orang yaitu  Op. Tuan, Op. Sotargoling, dan Op.Mogot.  Kemudian, dikala  Istri kedua Namorahian  telah mengandung anak Namorahian,  Op. Namorahian Meninggal dunia. Akhirnya  dengan melihat situasi dan kondisi  bahwa NAMORAHIAN telah meninggal dan Br Siahaan II telah mengandung, maka Op. Raja Djaedjae membawa Boru Siahaan II ini kerumahnya untuk ‘DIPAJABU’  sampai akhirnya melahirkan anak yang diberi nama Op. DATU PANGGANAGANA.  Op. Raja Djae-Djae akhirnya membesarkan dan menjadi ayah bagi Datu Panggana-gana serta memasukkan Datu Panggana-gana ke dalam daftar keturunannya, sebagai anaknya yang keempat.

Hal ini terus berlangsung dan menjadi kesepakatan Adat di keluarga  NAMORAHIAN  dan RAJA DJAEDJAE. Sampai saat ini. Tetapi dibelakang hari  ratusan tahun sesudahnya  beberapa keturunan Op. Datu Pangganagana (KELOMPOK I) kembali menyatakan (meng claim) bahwa mereka adalah Anak Namorahian, bukan anak Raja DJae-jae, yang  menyebabkan perubahan dan kekacauan dalam tata adat yang telah berlangsung.
Dalam beberapa tarombo Tobing sebenarnya sudah banyak tertulis bahwa Datu Pangganagana  adalah anak Raja Djae-Djae,  Walau akhirnya mereka (Kelompok I) memiliki tarombo sendiri yang menentang hal ini.  Dalam buku “POESTAHA TARINGOT TOE TAROMBO ni BANGSO BATAK”  yang dikarang Op. W.M.HUTAGALUNG tahun 1926 (Rongkoman I) dalam ejaan lama, dinyatakan bahwa Op.DATU PANGGANAGANA  adalah anak keempat dari Op.Raja Djae-Djae. Sementara Pergolakan ini terjadi sekitar tahun 1980-an.

Salah atau benar nya  cerita ini seharusnya tidak lah lagi menjadi sesuatu yang harus dipermasalahkan. Kekuatan hukum dari Mahkamah Agung dan kesepakatan Adat  yang telah ada seharusnya sudah cukup menjadi  Acuan yang mengikat bagi semua keturunan Namorahian terkhusus Keturunan Op.Datu Pangganagana untuk dijalankan. Sehingga tidak lagi ada kesalahanpahaman dan perselisihan yang berlarut-larut.

Kedua belah pihak dan generasi sesudahnya haruslah menghargai dan menghormati jeri lelah kedua belah pihak tanpa membedakan pihak I atau pihak II yang telah mengorbankan waktu, materi, tenaga bahkan air mata untuk mencapai satu titik temu (Kesatuan) silsilah. Kedua belah pihak telah berjuang dan menempuh jalur adat bahkan jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini. Apapun hasil akhir dari pencarian kesefahaman ini kedua belah pihak haruslah saling bisa menerima dengan lapang dada dan penuh persaudaraan. Ketika kedua belah pihak sepakat membawa penyelesaian masalah ini ke jalur ADAT dan jalur HUKUM keduanya pasti sudah memahami dan mengantisipasi sebelumnya  bahwa akan ada satu hasil keputusan yang disahkan.
Proses-proses mencapai kesefahaman ini dengan semua jalur yang ditempuh pasti telah membawa banyak persoalan sebelumnya, mungkin air mata, kekecewaan, sakit hati bahkan perpecahan diantara yang bersaudara. Namun biarlah semua dilupakan, diampuni, dan marilah saling merangkul dan saling mengasihi satu dengan yang lain. Bagi mereka-mereka yang dulu berjuang untuk menyatukan tarombo ini baik dari pihak I dan pihak II sama-sama adalah pahlawan dan pejuang pemersatu di Pomparan Op.Datu Pangganagana Lumbantobing.

Tetapi dalam pelaksanaanya sampai belakangan ini kadang masih  ada terjadi kesalahan tarombo tersebut.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi:
  1. Masih banyak yang belum mengatahui sejarah ini, dan hasil keputusan dari Mahkamah Agung tersebut belum menyeluruh diketahui oleh keturunan Namorahian dan Raja Djae-Djae.
  2. Dari keturunan Op.Datu Pangganagana sendiri belum seluruhnya (sepenuhnya) mengerti dan menguasai sejarah ini.
  3. Hanya sedikit  dari Keturunan Op.Datu Pangganagana yang ikut berpartisipasi dan ikut serta dalam setiap Adat yang ada secara khusus dalam acara RAJA DJAEDJAE dan NAMORAHIAN.

Sudah ada banyak pendekatan-pendekatan yang dilakukan dimasa-masa yang lalu untuk mensosialisasikan dan menyakinkan keturunan Op.Datu Pangganagana dari Kelompok I dan Kelompok II  supaya bersatu saja dan tidak terjadi lagi kesalahpahaman ini.

Melihat dari Faktor-faktor di atas, maka  dirasa perlu sekali untuk menjaga dan melestarikan TAROMBO (SILSILAH) tersebut. Secara khusus  bagi keturunan Op.Datu Panggana-gana.   Hal ini lah yang dilihat dan diamati oleh tokoh-tokoh Tobing keturunan Datu Pangganagana di Medan diantaranya Drs. Jannus Lumbantobing (Mantan Ketua Tobing se Kotamadya Medan dan Ketua Raja Djae-Djae  Sekotamadya Medan), yang akhirnya mengundang generasi-generasi muda Pomparan Op.Datu Pangganagana di Medan untuk membentuk Panitia Pembentukan Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana. Hasilnya pada tanggal  29 Juni 2008 Terbentuklah Punguan Pomparan Op. Datu Pangganagana Boru/Bere/Ibebere Medan Sekitarnya Di jalan Karya no.141 Medan Serta Terbentuknya  pengurus Periode I yang akan mengelola dan menjalankan Perkumpulan ini.

Memang cara yang paling efektif untuk mempertahankan TAROMBO ini dan eksistensi Pomparan Datu Pangganagana adalah dengan membentuk Punguan Parsadaan ini. Dengan adanya Perkumpulan ini, diharapkan Tarombo akan terpelihara,  dan membawa dampak positip bagi setiap keturunan Op.Datupangganagana di masa yang akan datang.

Demikianlah sejarah singkat terbentuknya  PUNGUAN PARSADAN POMPARAN OP. DATU PANGGANAGANA LUMBANTOBING BORU/BERE/IBEBERE Medan sekitarnya.

Kiranya Tuhan memberkati kita, dan Kumpulan ini menjadi kemuliaan bagi namaNya.

Penulis,
Harles Lumbantobing.

Sumber :
1. Drs.Jannus Lumbantobing,
2. St.Lingkar Lumbantobing
3. Surat Keputusan MA 22 Oktober 1992
No. 453 PK/Pdt/1989
4. “POESTAHA TARINGOT TOE TAROMBO ni BANGSO
BATAK” yang dikarang Op. W.M.HUTAGALUNG tahun
1926 (Rongkoman I)
5. Buku tarombo Siraja Lumbantobing karangan Adniel L Tobing & Sahala L.Tobing
6. Buku tarombo Batak karangan Batara Sangti ( Op.Buntilan)

------------------------------------------------------------------

NB: Kepada setiap keturunan Namorahian, Raja Jae-jae, terkhusus Op. Datu Pangganagana yang membaca tulisan ini kiranya bisa mensosialisasikan ini kepada semua keturunan Namorahian, baik dalam hubungan sehari-hari, pesta-pesta adat dan hubungan sosial lainnya. Dan jika ada yang butuh informasi lebih lanjut atau tentang tarombo op.Datu Pangganagana bisa email ke saya. Kiranya Tuhan memberkati kita semua, Syalom, Harles.

20 komentar:

  1. saya Leo Tobing dari Op. Mogot, mohon ijin untuk disebarluaskan, amang ...

    BalasHapus
  2. OK. Informasi ini bebas disebarluaskan untuk tujaun baik. terkhusus buat semua keturunan Namorahian dan Jae-Jae.

    BalasHapus
  3. Horas ma di hita sasudena,
    Salut atas usaha rekonsiliasi dari PARDAGANA shg kelompok I dan kelompok II dapat bersatu kembali. Hal ini diperlukan oleh pinompar ni Raja Lumban Tobing yang selama ini merasa risi melihat persoalan intern dari saudaranya pinompar ni O. Namorahian. Menurut saya suatu kesepakatan diantara pengetua adat di jaman dulu (jauh sebelum thn 1983) adalah kesepakatan bersifat memandang jauh kedepan. Seandainya pun cerita itu benar, versi 1 atau versi 2 substansinya sama yaitu O. Namorahian adalah "bapak biologis" dari Datu Pangganagana yang kemudian oleh O.Raja Djaedjae diangkat sebagai anak yg kemudian direstui oleh rapat para pengetua adat. Kesepakatan ini telah dipraktakkan dalam ulaon adat sampai terjadi badai 1983. Kenapa kesepakatan para pengetua adat itu terjadi ?, kan tidak mungkin O. Radja Djaedjae secara sepihak mengklaim O.Datu Pangganagana menjadi anaknya pasti ada musyawarah dengan para pengetua adat lainnya.Semoga dapat berusaha "tidak mengingat" pertikaian dimasa lalu mari menuju masa depan yang bersatu dan damai. Horas.
    partahi habobaran

    BalasHapus
  4. Horass..!!!
    Halak batak paling menghargai Adat-istiadat nenek moyangnya(tona ni omputa)sampai era sekarang ini,mungkin masalah ini hanya karena"Hurang Manat Mardongan Sabutuha ( DNT )seperti kata bijak : Hau antaladan,parasaran ni binsusur, Sai tiur do pardalanan molo sai denggan iba martutur. jadi kita saling menjaga saja kekerabatan ini dengan baik dan bijak.Horas ma!
    Salam,
    Edi Tobing(panggana-gana no.15)

    BalasHapus
  5. horas opung
    setelah saya baca sejarah O.Datu Pangganagana semua menyatakan, bahwa benih yang dkandung oleh boru Siahaan II adalah benih Op.Raja NAMORAHIAN bukan benih Op. Raja Djaedjae.. tolong jelaskan kepada kami atas dasar apa Op. Raja Djaedjae, mengclaim O.Datu Pangganagana benih dari Op.Raja NAMORAHIAN yang dikandung dari boru Siahaan II sebagai anaknya. tolong opung jelaskan pada saya. terima kasih

    dedy Tobing(panggana-gana no.16)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adakah yg bisa membuktikan dari cerita sejarah bahwa Boru Siahaan II benar2 hamil pada saat Op raja Namorahian meninggal ....?? entah cerita itu masih asli atau sudah dibelokkan atau tidak bagaimana kita mengetahuinya....? janganlah terlalu fokus pada cerita mulut ke mulut tentang silsilah yg kemungkinan dibengkokkan pada jaman dahulu karena adanya kepentingan memecah belah bangso batak terutama pomparan Lumban tobing.

      Sanggam L Tobing ( Sotargoling no.16)

      Hapus
    2. Horas abanganda, memang sejarah kebenaran dari benar tidaknya boru siahaan II telah hamil setelah meninggalnya Op.Namorahian susah dibuktikan dimasa sekarang ini, tapi menurut pendapat saya, kalau memang hal ini tdk benar adanya,sangat tidak mungkin popparanni op.datu pangganagana mempersoalkan masalah perbedaan ini. Mauliate

      Hapus
    3. Horas abanganda, memang sejarah kebenaran dari benar tidaknya boru siahaan II telah hamil setelah meninggalnya Op.Namorahian susah dibuktikan dimasa sekarang ini, tapi menurut pendapat saya, kalau memang hal ini tdk benar adanya,sangat tidak mungkin popparanni op.datu pangganagana mempersoalkan masalah perbedaan ini. Mauliate

      Hapus
    4. Saya keturunan oppung datupanganagana no 16. Ada tidak kontak keturunan oppung datupanganagana dijakarta ini.

      Hapus
  6. Membaca artikel di atas, jelas sekali bahwa Datu Pangganagana adalah anak dari Namorahian, dasar apa Op. Raja Jae Jae mengclaim bhw dataupanganagana adalah anaknya sdh jelas itu adalah anaknya namorahian. Dan masalah keputusan Pengadilan Negri Tarutung dan Mahkamah Agung harus di tinjau kembali karena peradilan kita di jaman orde baru sarat dengan KKN. Bagaimana Pengadilan Negeri Tarutung dan Mahkamah Agung menyatakan bahwa Datu Pangganagana adalah anak dari Op. Raja JaeJae, Jangan kita membodohi diri sendiri.
    Mauliate

    BalasHapus
  7. MARI KITA CERNA DENGAN NURANI dan BIJAK....SINGKIRKA EGO..
    Op.Datu Pangganagana adalah "anak biologis" Op.Namorahian...itu benar...nggak salah...
    Tapi....
    Kalau kita semua telah membaca,mendengar dan mempelajari sejarah...bahwa sejak lahirnya Op.Datu Pangganagana telah "di angkat / adopsi " sebagai anak oleh Op.Raja Ijae...dan itu berarti sejak generasi Si Raja Lumbantobing no 5 / 6.
    Dan..sebagaimana kita tahu...pastinya itu PERLU IZIN dari semua pihak..baik
    dari Op.Bonadolok,Op.Parumarea dan anak-anak Op.Raja Ijae ( Op.Tuan,Op.Sotargoling dan Op.Mogot )serta tetua adat terlebih lagi izin dari Hula-hula Siahaan...
    Karena hal itu tidak mungkin terjadi tanpa izin dari semua pihak...
    Dan..semua ini berjalan dengan baik...aman. damai..sejahtera..selama +/- 6/7 generasi ke bawah....hingga terjadinya gejolak...(generasi +/- 11/12).
    Sungguh sangat disayangkan...dan mungkin..( maaf tidak menuduh ) pada generasi tersebut (11/12) terjadi suatu gesekan...hingga menimbulkan rasa sakit hati dari salah satu pihak...
    Hingga memutuskan untuk exodus bersama pinompar + pendukungnya...
    Menurut saya pribadi..inilah akar permasalahanya..SAKIT HATI dan EGO orang kita yang tinggi...
    Sebenar semua ini tidak perlu terjadi jika saat itu semua dapat menahan diri. ...dan menengok ke belakang..
    Sebab kalau kita runut sejarah kembali...
    Sudah sejak bayi Op.Datu Pangganagana di "pelihara,di besarkan,di didik" oleh Op.Raja Ijae...yang tentunya dengan persetujuan semua pihak..
    Bahkan dijadikan salah satu ahli warisnya...dan anak-anak biologis Op.Raja Ijae juga tidak mempermasalahkan...( karena harta yg seharusnya di bagi 3 jadi di bagi 4 )
    UNTUK ITU MARI KITA RENUNGKAN DENGAN NURANI dan BIJAK...SINGKIRKAN EGO..
    Kalau pada saat di adakan Pesta Bius pada tahun 1982 dan Pesta Mamukul Gondang / Ogung Sabangunan pada tgl 11-13 Juli 1983..para tua-tua kita sudah sehati dan menyadari semua ini..kita masih bersikukuh berpegang dengan "peristiwa exodus" tanpa menyelidiki penyebab "exodus" itu sendiri...

    KITA DI AJARKAN UNTUK MENGHORMATI KEPUTUSAN LELUHUR KITA....

    Bila ada yg tidak berkenan mohon maaf..ini adalah hasil pemikiran saya pribadi seorang China yang telah di "angkat / adopsi" sebagai Pomparan SiRaja Lumbantobing.

    Terimakasih

    BalasHapus
  8. MARI KITA CERNA DENGAN NURANI dan BIJAK....SINGKIRKA EGO..
    Op.Datu Pangganagana adalah "anak biologis" Op.Namorahian...itu benar...nggak salah...
    Tapi....
    Kalau kita semua telah membaca,mendengar dan mempelajari sejarah...bahwa sejak lahirnya Op.Datu Pangganagana telah "di angkat / adopsi " sebagai anak oleh Op.Raja Ijae...dan itu berarti sejak generasi Si Raja Lumbantobing no 5 / 6.
    Dan..sebagaimana kita tahu...pastinya itu PERLU IZIN dari semua pihak..baik
    dari Op.Bonadolok,Op.Parumarea dan anak-anak Op.Raja Ijae ( Op.Tuan,Op.Sotargoling dan Op.Mogot )serta tetua adat terlebih lagi izin dari Hula-hula Siahaan...
    Karena hal itu tidak mungkin terjadi tanpa izin dari semua pihak...
    Dan..semua ini berjalan dengan baik...aman. damai..sejahtera..selama +/- 6/7 generasi ke bawah....hingga terjadinya gejolak...(generasi +/- 11/12).
    Sungguh sangat disayangkan...dan mungkin..( maaf tidak menuduh ) pada generasi tersebut (11/12) terjadi suatu gesekan...hingga menimbulkan rasa sakit hati dari salah satu pihak...
    Hingga memutuskan untuk exodus bersama pinompar + pendukungnya...
    Menurut saya pribadi..inilah akar permasalahanya..SAKIT HATI dan EGO orang kita yang tinggi...
    Sebenar semua ini tidak perlu terjadi jika saat itu semua dapat menahan diri. ...dan menengok ke belakang..
    Sebab kalau kita runut sejarah kembali...
    Sudah sejak bayi Op.Datu Pangganagana di "pelihara,di besarkan,di didik" oleh Op.Raja Ijae...yang tentunya dengan persetujuan semua pihak..
    Bahkan dijadikan salah satu ahli warisnya...dan anak-anak biologis Op.Raja Ijae juga tidak mempermasalahkan...( karena harta yg seharusnya di bagi 3 jadi di bagi 4 )
    UNTUK ITU MARI KITA RENUNGKAN DENGAN NURANI dan BIJAK...SINGKIRKAN EGO..
    Kalau pada saat di adakan Pesta Bius pada tahun 1982 dan Pesta Mamukul Gondang / Ogung Sabangunan pada tgl 11-13 Juli 1983..para tua-tua kita sudah sehati dan menyadari semua ini..kita masih bersikukuh berpegang dengan "peristiwa exodus" tanpa menyelidiki penyebab "exodus" itu sendiri...

    KITA DI AJARKAN UNTUK MENGHORMATI KEPUTUSAN LELUHUR KITA....

    Bila ada yg tidak berkenan mohon maaf..ini adalah hasil pemikiran saya pribadi seorang China yang telah di "angkat / adopsi" sebagai Pomparan SiRaja Lumbantobing.

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kami juga diajarkan untuk menghormati Tona dari leluhur kami...
      Datu Panggana Gana, anak ni Namorahian.

      Hapus
  9. Mengapa kita ragu...? Janganlah ragu...
    Katakanlah, "Datu Panggana-gana adalah anak ni Namorahian".

    BalasHapus
  10. Mama saya tobing jae2 parmisang.. dan saya berencana nikah dengan marga tobing jae2 dr ompung mogot. Kalo saya boru Hutabarat. Bisa ga ya? Mohon infonya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mengapalah hal bodoh ini yang kamu tanyakan?
      Ibu mu Boru tobing, berarti Marga tobing itu Tulang mu,
      Mau nikah lah kau sama tulang mu
      apa ngak malu kau loak?

      Hapus
  11. Perlu kita pahami hukum adat tidak sama dengan hukum Pemerintah, mohon maaf apalagi di jaman Orde Baru, namun tidak baik kalau saling menyalahkan, kalaupun di daerah parbubu sekitarnya anggaplah pernah ada kesepakatan seperti itu, Pomparan Op. Pangganagana mayoritas tinggal di Desa Simanampang dang parbinoto (dang dipabotohon). jala hami sepakat do bahwa Op. Datu Pangganagana Anak ni Namorahian. Molo gabe anak ni Op. Raja Jaejae, hutimbangi dang tikkos, gabe istrini Op. Rj. Jaejae ma Omakna ?

    BalasHapus
  12. Maaf ya.... Saya rasa ini cerita bolak balik.... Dari cerita pertama mengakui datu panggana Gana adalah anak namorahian( dalam kandungan ) dari cerita kedua jadi anak raja jae jae.... Tolong ego atau tamak dong....dah tau anak bapaknya kok diklaim jadi anaknya... Jujurlah dalam hidup ini... Asing do te ni pidong ni lali dohot te ni pidong amporik....nangpe diakui jolma sama sama teni pidong doi...jadi dang pola sangat tararati tu akka na asing i...holan ido berlaku jujurlah..
    Maaf ya kalo sedikit kasar....bahasanya

    BalasHapus
  13. Horas ma di akka Damang nahuparsangapi.Saya juga mungkin bisa sedikit angkat bitcara tentang op.Datupangganagana,yg sdh diakui oleh op.jaejae Biologis dari op. Namorahian(dari Istri yg ke dua br. Siahaan dari lobusiregar) di jadikan jadi anak dari op. Jaejae,hannya karna op. Datupangganagana lahir di rumah nya,atau diangkat,apakah harus begitu sesungguhnya op.jaejae?bukan kah op. Jaejae memberikan kehormatan kpd op. Datupangganagana sebagai adik yg semestinya sekalipun lahir dirumah nya?Saya juga melihat silsilah/Tarombo op.Bonandolok anak kedua dari op. Namorahian seperti(op. Sumutul)bahwa op. Datupangganagana adalah anak ke 4 dari op. Namorahian,dan yg dipertannyakan lagi Op. Parumarea sebagai anak ke tiga dari namorahian menulis dalam silsilah/tarombonya bahwa op. Datupangganagana adalah anaknya yg ke empat(sama dengan op. Jaejae membikin dalam tarombonya anak ke empat) dimana kejujurannya ini semua,menurut pendapat/ pemikiran saya mari kita simpan dulu sejarah atau pihak ketiga apalagi sampai ke pengadilan atau MA(apalagi MA secara khusus orang Padang/jawa memutuskan silsilah marga tobing yg diyakini sesuai hak ajasi)maksud saya mari kita lihat saja hanya dari pernyataan silsilah/Tarombo dari op. Namorahian saja dulu,pakta otentik dari istri pertama lahir anaknya tiga:1.jaejae,2.Bonandolok,3.Parumarea,setelah istri pertamannya meninggal op. Namorahian menikah lagi dgn br siahaan dari lobu siregar menjadikan istri kedua,setelah istri kedua mengandung anak/biologis dari op. Namorahin lalu op.Namorahian meninggal,kelahiran anak biologis op. Namorahian lalu op.Jae jae membikin anaknya yg ke empat?sementara op.Bonandolok membikin adeknya yaitu membikin anak ke empat dari namorahian, lalu parumarea membikin anaknya yg ke empat.pertannyaan saya kok op.jaejae bikin op. Datupangganagana anak ke empat op. Parumarea juga bikin anak ke empat? Haha... Tobing Tobing..Mari kita Jujur,,trims Salam sehat Damang da Inang,, maaf kalau ada kesalahpahaman pendapat,Tuhan Jesus memberkati kita.

    BalasHapus
  14. Mauliate ma amang Harles Lumban Tobing
    Alana ahu sandiri Tobing datu pangganagana do,alai dung hujaha nakining artikel Muna i nga lam huatusi be. Sai angiat ma tung sude mamboto on, asa Unang rudut be molo tu ulaon adat.
    Horas ma di Hita saluhut na !!!

    BalasHapus